Thursday, February 26, 2015

thin line between "alhamdu sukses" dan "gini-gini aja tuh"

Sekarang sudah tahun 2015, dan tetiba gue inget diri gue di tahun 2010 lalu. Cici di awal tahun 2010, lagi bingung menentukan obyek TA dan lagi mulai celingukan lihat-lihat kerjaan di jobfair kampus. Nah gue bayangin gue yang dulu ketemu sama gue yang sekarang.. Gue rasa dia bakal bilang:
"you look better tapi masi berantakan as always"
"kelakuan masih sebelas dua belas sih ya"
"HAH KO LO BISA KERJA DI BIDANG INI??"
"jadi lo ngerasa udah sukses belum?"

Khusus pertanyaan terakhir, gue 5 tahun lalu akan sangat lega kalau diri gue saat ini bisa jawab "Alhamdulillah sukses".

Masalahnya, apakah sekarang gue bisa bersyukur dan menyebut diri gue sukses? Atau sebenernya gue bilang sukses untuk menutupi hidup gue yang (mungkin) terlihat sukses padahal sebenernya gini-gini aja? Am I put success standard too high? What is "real" success? Heck, why being success matters anyway?

¯\_(ツ)_/¯

But then again, be able to contemplate whether you're already success or not is a privilege so yeah... 

Alhamdulillah it is. 

Just Alhamdulillah sih without success cos i'm still contemplating .___.

No comments: