Sunday, September 13, 2020

Dari US ke Indo di Era Covid

Alias keluar mulut harimau, masuk ke mulut buaya. Paham lah ya penanganan covid di dua negara ini sama-sama butut. 

Jadi akhir Mei lalu kan kebijakan screening WNI yang pulang ke Indo mulai berlaku. Kedutaan Indo di US pun bikin group chat khusus untuk orang-orang yang akan pulang ke Indonesia. Di grup itu, gue sempet baca pengalaman beberapa orang yang pulang di akhir Mei itu. Chaos cuy. Ketentuan masuk di Indo bisa berubah sewaktu-waktu. Mana ada video dari orang yang tetiba ditempatin di asrama haji horor. Mana ada forward cerita-cerita chaos dari mana-mana, termasuk yang bikin heboh yang penulisnya pake nyebut dia anak LPDP wqwqwq (dan kemudian dibantah oleh nakes dengan sengit karena ternyata si anak LPDP salah lokasi, namun tetap tidak menjawab kenapa proses di wisma atlet bisa chaos hehe). Intinya gue stres dan merasa madesu bayangin proses pulang ke Indo. Sad.

Setelah beberapa waktu, pelan-pelan ketentuan masuk Indo mulai established. Gue waktu itu cuma disuruh hasil lab PCR negatif covid yang maksimum dilakukan 7 hari sebelum pulang (hehe aneh kan) dan surat keterangan dari konjen setempat menyatakan gue iya pulang karena gue udah lulus. Apparently surat keterangan ini diperlukan buat surat jalan kalau si WNI harus keluar Jakarta. Pihak embassy juga minta kita-kita yang akan pulang untuk isi form kepulanga, sepertinya untuk keperluan tracking mereka. Nanti dari pihak embassy ada yang email, memastikan rencana kepulangan. Ada satu ibu yang ku lupa namanya, kerjanya selalu update di group chat dan konfirmasi ketentuan ini itu ke Indonesia. Baik deh. Terima kasih Ibu embassy yang ku lupa namanya!

Kepulangan gue juga dibantu banget banget sama kantor perwakilan kantor gue di US. Hehe ini kalimat ambigu. Jadi gue kan kuliah dari beasiswa kantor, dan kantor gue ini punya kantor perwakilan di US. Pihak kantor perwakilan mengadakan zoom meeting dengan semua pegawai mahasiswa di US, nanyain kabar dan concern kita. Abis itu mereka meneruskan informasi tersebut ke kantor pusat. Huhu besar jasamu pak P dan mas Y.

Nah berkat bantuan-bantuan di atas, ditambah dengan bantuan tim protokol kantor, proses kepulangan gue jadi lancar. Alhamdulillah banget banget.... Cerita kronologisnya kaya begini:

Test COVID

Gue tes sepaket PCR dan rapid test di Loop Medical Center. Gue tinggal bikin appointment online, datang, ambil darah dan swab cuma 5 menit, dan hasil keluar dalam 2 hari. Gratis karena mereka nerima student insurance gue. Kalo ga punya insurance pun kayanya tetap gratis karena mereka jadi salah satu Illinois testing center (but don't quote me on this pls 😬)

ORD

Gue pulang naik Qatar Airways via terminal lima. Kenapa gue pilih QR? Karena denger-denger, maskapai ini menerapkan protokol covid dengan ketat. Flight attendance-nya pake hazmat suit cuy!! Ga apa lebih mahal dan di jalan lebih lama dari maskapai Jepang, yang penting hati gue tenang. Oke lanjut cerita suasana di bandara O'Hare. Sepi, pake banget. Gue ngga pernah melihat O'Hare sesepi ini. Pas gue check in, counter QR ngasi form klirens kesehatan yang harus diisi sebelum sampai di Indo. Mereka juga cek hasil lab utk COVID. Hebat deh mereka udah tau ketentuan masuk tiap negara. Di O'Hare, resto/food stall/toko banyak yg tutup, yang buka kayanya cuma convenience store. Ada jarak antar penumpang waktu antri masuk pesawat. Vibe: aman.




ORD-DOH

Penumpang pesawat sangat sedikit. Kayanya QR nempatin semua penumpang di section paling belakang, itu pun banyak row yg kosong. Lumayan gue dapat satu row sendiri jadi bisa selonjoran 😌 Semua FA beneran pake hazmat suit dan safety goggle! Luar biasa banget gue jadi berasa di chernobyl hehe.. QR ngga ngasi APD ke penumpang, tapi untungnya gue bawa ekstra masker buat ganti-ganti di jalan.


DOH

Sampai di sini, ngga ada security checking lagi, jadi gue bisa langsung ke gate setelah turun dari pesawat. Bandara sepi dan hening untuk ukuran Doha. Showers, prayer room, dan drinking fountain ditutup. Sad. Duty free yg buka cuma satu aja di concourse, toko lain yang buka cuma toko emas. Lebih sadFood court dan cafe untungnya buka jadi bisa makan/nongkrong cantik. Yang bikin rempes, flight ke Indo ada di gate yang jauh dari concourse, panas, dan ngga ada amenities di sekitar situ, bahkan toilet pun ditutup. Paling sad! Anyway pas antri masuk pesawat, suasana sangat civil alias ada jarak di antrian masuk gate dan pesawat. Vibe: aman.




Ekstra cerita: di sini gue kenalan sama WN Singapore yang ternyata satu flight sama gue dari ORD ke DOH. Dia bilang dia ngga perlu tes covid untuk bisa pulang, dan begitu sampai dia akan dikarantina di MBS. Tesnya akan dilakukan sewaktu dia dikarantina. Hehe walau serumpun namun memang beda ya negara maju dan berduit dan kompeten... Tapi ini anaknya baik dan asik. Selama karantina 2 minggu gue juga sering ngobrol ma ybs. 

DOH-CGK

Sama kaya flight sebelumnya, hanya section paling belakang yg diisi. Kali ini penumpang lebih ramai dari ORD-CGK i.e. ada satu penumpang di tiap row (ngga ada row yg kosong). FA masi pake hazmat suit dan safety goggle. Bahkan pakai hazmat suit pun mereka masih courteous. Mereka juga ngasi form custom dan form kesehatan yg warnanya kuning. Mantap banget emang QR.


CGK

Airport rame karena sebelum flight gue sampai, ada 3-4 flight lain yg tiba. Gue dan penumpang lain sempat disuruh nunggu di terminal, karena hall kedatangan sedang penuh. Alhamdulillah ada protokol kantor, jadi seluruh proses bisa dilalui dengan lancar. Jadi gue ke meja pemeriksaan pertama, di mana mereka mengukur kadar oksigen dan suhu (eh iya bukan? Gue sotoy nih). Kemudian gue ke meja berikutnya, kali ini ngantri sambil duduk ala di bank, untuk dapat surat yang ditandatangani. Setelah itu, gue melewati imigrasi, lagi-lagi lancarrr berkat tim protokol dan karena emang gada antrian juga sih. Konon katanya kalau ada banyak pesawat kaya waktu gue landing, bisa-bisa habis 3-4 jam di airport. Huhu terima kasih tim protokol dan kesehatan kantor. 

Vibe: agak cemas karena sulit menjaga social distancing kalau ngga ada petugas yang mengarahkan. 

Anyway karena hasil tes covid gue negatif, gue diizinkan untuk karantina mandiri di rumah. Dan karena rumah gue di Jakarta, jadi gue ngga perlu rempes dengan surat jalan. Pihak kesehatan kantor juga menyediakan tes PCR lagi seminggu setelah gue tiba. Alhamdulillah negatif lagi. 

*nda ada foto karena ku udah capek*

Beberapa Catatan

  1. Walaupun diganti tiap beberapa jam, pakai disposable mask bikin kuping lumayan sakit. Untung aja gue bawa balm, jadi bisa diolesin ke kuping biar ngga sakit lagi. 
  2. Gue tu udah milih seat pas booking tiket, eh ternyata QR assign kursi sendiri pas gue print boarding pass. Kayanya mereka sengaja ngatur biar penumpang ngumpul di section belakang. Tapi karena flight-nya kosong, gue bisa pindah ke kursi yang gue mau.
Kesimpulan

Halah macam tesis aja pake kesimpulan wqqq... Intinya, kalau kuliah belum selesai ngga usah lah ke Indo atau keluar ke negara lainnya. Tetap aja di negara masing-masing, kecuali kalau emang niat yaudah kuliah online aja for the rest of your academic year(s). Di era pandemi gini peraturan bisa berubah sewaktu-waktu, bisa jadi nanti ngga bisa diizinkan masuk lagi ke US/negara lain. Udah cari aman aja. Gue ngga ngerti gimana proses kepulangan sekarang, mungkin beda dengan waktu gue pulang kemarin. Jadi jangan lupa rajin-rajin update kebijakan pemerintah Indo untuk kepulangan WNI. 

Akhir kata, semoga wabah ini cepat berlalu...  

No comments: