Saturday, October 27, 2012

happy for you

Last week one of my friend got married. Unfortunately I could not make it to his wedding. Nevermind, he was kind enough to keep me updated via BBM (wonder how he did that in hustle of preparations, we texted each other just 3 hours before the wedding!!). At that time, his BBM status said "Bismillah". 3-4 hours laters, after the reception party, the status changed into "Alhamdulillah". And when I read his new status, I was deeply moved that I got teary-eyed.

No I'm not exaggerating. I was seriously moved. I myself wonder why, too. Maybe because I know this guy for long that I know details about his effort finding the right one (well he looked effortless then but somehow I know he put some efforts on it). Maybe because I know how they met: a simple "love is just across the backyard" story. Maybe because I know that they had hardship but they overcame it in a really mature way (actually, how they overcame it was really beyond me).  Or maybe because when he said Alhamdulillah, I feel like that was the end of his waiting.

Somehow I cannot imagine what I will feel when the time comes for me. What will I feel? Scared? Nervous? Overwhelmed? But then again, why worry now? As long as I marry right person, I will have this one certain feeling: so happy that my chest will explode.

Congratulation, dear friend! Hope you and your wife will be happy ever after! May it be a beginning of joyful and enjoyable living together :)

Sunday, October 21, 2012

How lucky can one girl be?

Biasanya gue nyanyi lagu ini waktu abis jalan sama crush, sambil guling-guling happy di tempat tidur kosan :P sekarang, gue nyanyi karena sebab yang lebih berkualitas: bersyukur, bersyukur, dan bersyukur.

Gue ngga tau kenapa, tapi perjalanan hidup gue tuh muluuus banget. Dipikir-pikir I've never found a problem that I cannot stand. Bener ada masa-masa dimana gue stres berat, tapi gue hidup-hidup aja sampai sekarang, masih waras ngga hilang akal. Berapa banyak ada orang yang jadi gila karena masalah? 

Selain itu, di saat-saat wisuda seperti ini bikin gue bersyukur sekali akan lingkungan kampus gue. ITB gitu, yang katanya institut terbaik bangsa (actually I'm not sure with this claim). Teknik Industri pula, yang katanya jurusan favorit (never seen the actual number of student acceptance ratio). Di luar gengsi yang sebenarnya agak kurang penting itu, gue mendapatkan dosen-dosen yang baik, plus pelajaran yang berkualitas dan sesuai dengan minat gue. Bahkan gue sekarang kangen pengen belajar statistik dan OR lagi. Sumpah kalau ada les OR, gue mau deh ikutan. Berapa banyak orang yang kuliah ngga sesuai dengan minat, hanya jadi zombie sampai lulus?

Hal lain adalah urusan pekerjaan. Perjalanan kerja gue mulus-mulus aja. Sejak lulus, I always get a respectable job at a highly respectable company. Hubungan gue dengan orang-orang di semua tempat kerja gue juga baik-baik aja, gue ngga pernah mengalami drama kantor atau apapun lah itu namanya. Tau kan, sirik-sirikan, tikam-tikaman, ngomong di belakang, you named itGue bisa berteman dekat dengan beberapa, kagum dengan beberapa yang lain, even some can be people whom I can look up toThink it has something to do with: (1) Latar belakang yang mirip dengan orang-orang di tempat kerja pertama (we are mostly engineers yoo!) (2) Latar belakang yang sama dengan orang-orang di tempat kerja kedua (yep almost all of us came from my major). Gue bahkan bisa dengan bangga bilang: I love my job! Gue suka yang gue kerjain, gue bener-bener merasa tertantang dan berkembang dengan pekerjaan gue. Lagi, berapa banyak orang hanya jadi zombie di tempat kerja?

Sekarang, gue udah di tempat kerja yang baru, another respectable job at a respectable company. Sebenarnya gue ngga ngotot banget harus kerja disini. In fact, doa gue dulu adalah: "semoga bisa dapet S2, yah kalau ngga dapet semoga bisa kerja disini deh." (oke gue tawar menawar dengan Tuhan, but most of us do it right?:P). Kebetulan tawaran kerja disini datang duluan daripada S2, so yaah gue ambil pekerjaan ini. Tempat kerja sekarang beda banget dengan apa yang pernah gue rasakan dari tempat kerja sebelumnya: super hierarchical, ada sistem absen (there goes my 9/10 am-7/8 pm routine), orang-orang datang dari segala jenis latar belakang, dan bidang pekerjaan yang benar-benar baru bagi gue. Yes I worried a bit, but the truth is I'm excited. Dengan perbedaan yang sangat jauh, gue merasa gue akan bisa belajar banyak hal dari itu. Berapa banyak orang yang takut dengan lingkungan baru, bukannya excited?

The most important part is the role of my family and friends. Berapa banyak orang yang sama sekali ngga punya teman dekat bahkan keluarga? They keep my sanity. They push me so I can be where I am now yet they keep me still in my place. Kira-kira tuh kaya gini "eh hidup lo harus maju dan berkembang, sini kita maju sama-sama, cuma lo jangan melenceng kemana-mana dan inget posisi lo!". Beryukurlah gue punya orang-orang dekat yang ngga cuma bisa diajak haha hihi, tapi beneran ngasi value dalam hidup..

So how lucky can one girl be? Unmeasurable I guess.. Terima kasih ya Allah untuk yang semuanya, dan yang ini tulus ngga pake tawar menawar :)

Saturday, October 20, 2012

Marvelous Medan, Magnificent Makassar

Bulan Desember 2011, gue dan Septine dapat tugas kantor ke Medan dan Makassar. Detail tugasnya ngga usah gue jelasin lah yaa. Langsung ke bagian jalan-jalannya aja hehe.. Gue di Medan tanggal 5-7 Desember, dan di Makassar tanggal 7-9 Desember. Demi kenyamanan bersama, post ini akan gue bagi jadi 2 bagian, dimulai dari Medan.

MEDAN

Hari Pertama

Kita berangkat naik pesawat jam 06.45 dari Jakarta, sampai di Medan jam sekitar jam 09.00. Ini kunjungan kedua gue ke Medan sejak 2010, dan impresi gue saat landing masih sama: ck matek itu motor di bawah deket amat!! Gue bisa kali main lempar-lemparan dari pesawat ma si pengendara motor (lebay). Bandaranya memang di tengah kota sih ya..

Dari bandara, kita naik taksi ke hotel dan mind you, taksinya tidak berargo -___- Entah gue yang ditipu atau emang taksi di Medan kaya gini.. Anyway setelah menghabiskan tarif 50 ribu untuk jarak yang cukup deket (fuuuu!!!!), kita sampai di hotel Inna Dharma Deli. Hotel ini ada di seberang Merdeka Walk, jadi strategis banget. Overall hotel ini memberi kesan "(terdiam bentar) bagus sih..". Hotelnya memang terlihat tua dengan penampakan yang rada suram, tapi fasilitas cukup bagus dan lumayan murah. Best feature: lukisan gatot kaca raksasa di depan piano. Yuhuuu kurang keren apa coba, keluar lift terus ada gatot kaca menatap...

*agak ngeri juga buat foto si Gatot Kaca*

Makan siang pertama gue dan Septine di Medan adalah.. err.. McD :| Jadi ya itu masih jam 10.30, tempat makan yang gue tau cuma Merdeka Walk di seberang hotel, dan jam segitu belum ada restoran lain yang buka. Jadilah kami makan di McD yang masih super sepi. And the food taste weird -___- Lain kali ngga ke McD deh kalo ke Medan.

Beres makan, kita pun cuss ke tempat tugas kantor. Yah yang ini ga usah diceritain lah ya ngapain..

Tugas kantor beres kira-kira jam 4. Gue dan Septine langsung: "horee jalan-jalan!!" Kita naik taksi ke hotel dulu naruh peralatan kerja, dan langsung cuss ke Mi Aceh Titi Bobrok. Tempat makan ini ada di daerah Setiabudi. Gue dulu pernah beberapa kali makan disana pas ke Medan tahun 2010, dan rasanya emang enak, mamah papah sodara sekalian.. Cukup enak untuk bikin gue pengen balik kesana lagi.
laper kan? laper doong.. udah laper aja!
Masalah sebenarnya dimulai saat kita mau pulang. Karena ngga tau naik angkot apa dari Setiabudi ke hotel, gue dan Septine memutuskan untuk mesen taksi. Tapi taksi  ini lama sekali munculnya. 10 menit, 15 menit, sampai 30 menit menunggu, taksi tak kunjung datang. Kita yang udah kenyang jadi laper lagi.. Telepon si taksi lagi, dibilang sudah dalam perjalanan. Ah bagaimana ini..
kamu dimanah hai abang taksi??
Akhirnya setelah hampir satu jam menunggu, taksi pun datang. Kita pun pulang ke hotel. Sempat sih ada niat mampir ke Durian Ucok di perjalanan, cuma kita udah keburu lelah menunggu taksi. Lagipula target malam ini adalah datang ke Restoran Nelayan. Abis mandi di hotel, gue dan Septine pun cuss lagi ke Merdeka Walk untuk menutup hari. Sedikit pengantar, Merdeka Walk ini (denger-denger sih) pusat gahul kota Medan. Konsepnya mirip kaya Citos kali ya, isinya sebagian besar restoran tapi tanpa Matahari dan sebagian besar (kalau ngga semua) lokasinya di luar ruangan, alias outdoor. Nice place to hang out! You guys should check this place whenever you come to Medan!

Seperti yang telah gue sebutkan, di Merdeka Walk target utama gue dan Septine adalah resto Nelayan. Kira-kira begini ekspresi kita sebelum masuk resto Nelayan:
laper dan pusing
dan kira-kira begini ekspresi kita begitu selesai makan di resto Nelayan:
jadi cemumud kaka!!
Dimsum di resto ini ya ampuun.. YA AMPUUUN!! Enak banget man! Belum lagi pancake durian. MAAAN!! Gue rela banget lari keliling sabuga tiga kali nonstop untuk mendapatkan pancake ini!(mengingat gue ga suka olahraga, gue literally lari aja udah pencapaian tau!).
ini enak banget mamah...
Founder, owner, and chef of Resto Nelayan, I applaud you all!

Hari Kedua

Hari kedua dimulai dengan sarapan di hotel, dilanjutkan dengan mencari sarapan di luar. Ehm oke kita emang sarapan dua kali... Gue dan Septine pergi mencari sarapan ke jreng jreeeng.. Soto Sinar Pagi. Tahun 2010 gue makan di sini, dan karena rasa si soto yang super enak, gue kembali lagi ke sini :D:D Gue dan Septine pergi kesana naik bentor berdua. Romantis abis kan.. Sebenernya gue rekam perjalanan sepanjang jalan, tapi  hasilnya jelek :| yang ada cuma pantat kendaraan, ckck macetnyo Medan..

Setelah melalui perjalanan cukup singkat dari hotel ke jalan Sinar Deli seharga Rp15ribu (huh kirain jauh), tibalah kita di Soto Sinar Pagi. Nah yang bikin gue kagum adalah efisiensi restoran ini. Gue dan Septine langsung dicegat disapa di pintu, dan si bapak pelayan cuma mengucapkan total 4 kata:
Bapak pelayan: (senyum lebar) mau apa?
gue dan Septine: heuh?
Bapak pelayan: (tetap senyum) daging/ayam?
gue dan Septine: daging, minumnya es teh manis
Bapak pelayan : (masih senyum lebar, kali ini dengan gesture silakan masuk)

Gue dan Septine duduk, gerak-gerak pantat dikit nyari posisi enak, dan jreng jreeeng tau-tau dua soto daging lengkap dengan nasi dan perkedel disajikan di meja. Dari dialog sampai makanan tersaji, semua terjadi kurang dari 3 menit!! What kind of sorcery is this???! Semua restoran seharusnya cepat dan sigap seperti ini!
oh yeah soto medan, come to me baby...
Harus diakui bahwa soto medan di resto ini enak sekali saudara-saudara. Enak sekali!! Soto paling enak yang pernah gue makan. Rasanya beda dengan soto-soto di Jawa (wakaka istilah gue berasa gue bukan penduduk Jawa), tapi gue ngga tau bumbu apa yang bikin rasanya beda.

Beres dari sini, gue dan Septine menunaikan misi mencari oleh-oleh. Berbekal ke-sotoy-an kalo bolu gulung Meranti deket dengan soto Sinar Pagi, gue dan Septine pun berjalan menyusuri jalan raya kota Medan. Untunglah kita dibantu oleh peta di BB. Di peta sih keliatannya jalan Kruing (lokasi bolu Meranti) dekat dari lokasi soto Sinar Pagi, tapi ya disusuri ko ngga sampai-sampai ya.. Mana Medan panas banget lagi.

Sampai di Meranti, ngga butuh lebih dari 5 menit buat beli bolu. Yang bikin lama adalah gue dan Septine duduk ngadem dulu, mikir gimana caranya pergi ke Durian House. Kita tau kalo Durian House ini lokasinya di jalan Sekip, yang mana dekat dengan bolu gulung Meranti, tapi kita ngga tau seberapa dekat, atau tepatnya, seberapa jauh. Setelah mengumpulkan tenaga, gue dan Septine berjalan kaki kembali menembus kota. Gue ulang, mana Medan panas banget lagi.

Kita jalan..

Jalan..

Nanya sama mbak-mbak..

Dikejar mbak-mbak buat masuk ke tokonya dia..

Kabur...

Jalan lagi...

Nanya abang-abang..

Jalan lagi dan lagi dan lagi dan lagi dan lagi..

Akhirnya kita sampai juga di Durian House. Hoh jangan percaya orang yang dengan PD bilang "deket mba, 200 meter!!". Pegel bok!! Tapi yah kita sampai dan, Gue dan Septine pun membeli pancake duren. Kita berdua beli sekotak isi 10, harganya 50ribu deh kalo ga salah (CMIIW). Pancake dikemas dengan rapi, bungkusnya dikasi bubuk kopi biar ngga bau duren. Sebenernya toko ini ngga cuma jual pancake duren, banyak juga olahan duren lainnya. Kenapa ya gue sama Septine waktu itu cuma fokus beli pancake doang? Wakaka udah hilang akal kali ya gara-gara kecapean.. Anyway dari Durian House, kita pulang ke hotel. Naik bentor lagi. Kali ini ngga romantis, karena panasnya Medan makin menjadi-jadi.
kita menerjang panas demi kamu, pancake..
Di hotel, kita ngerjain ini itu dulu sampai kira-kira jam 4 sore, lalu manggil taksi. Waktunya berkeliling kota yeay! Pertama kita ke Istana Maimun, istananya Sultan Deli. Ini istana yang bagus sebenarnya. Adem lagi. Cuma gue merasa ada yang kurang ya.. Barang yang dipamerkan mungkin?
karena foto di cermin toilet terlalu mainstream
Dari istana Maimun, kita ke Masjid Al-Mashun a.k.a. Masjid Raya Medan. Masjidnya cantik sekali loh! Kebetulan disana ada guide yang nempel nemenin kita, dia cerita lah tentang asal-usul masjid dan tentang kesultanan di Medan. Gue lupa euy ceritanya. Intinya masjid ini bagus deh, fasilitas juga lengkap. Oia, di masjid ini harus pake busana muslim. Berhubung gue pake celana 3/4 dan kaos tapi bawa pashmina, jadi lah gue berpenampilan gagal..
my outfit was such a failure..
matahari terbenam, hari mulai malam
Beres keliling Masjid, gue dan Septine request sama si abang taksi untuk dianter ke tempat makan makanan asli Medan. Si supir taksi membawa kita ke rumah makan, gue lupa namanya apa. Lokasi di deket jalan Sisingamangaraja. Bentuk rumah makan ini mirip rumah makan Padang, cuma kali ini namanya rumah makan Padang Sidempuan. Tempatnya kecil, ngga ada AC, tipikal rumah makan rakyat. Tapi yang makan disini rame. Pelayanannya mirip dengan di RM Padang, jadi semua makanan ditaruh di meja kita, kita tinggal milih
kenyang
Makanannya mirip sama makanan Padang, Gue ngga tau nama makanannya apa aja, tapi kebanyakan bersantan dan yang jelas enak :9. Yang juara si gulai ikan, uhh bayangin aja udah bikin gue laper :9:9:9 Harga makanan juga ngga mahal. Recommended nih tempatnya!

Acara hari ini pun diakhiri dengan pulang ke hotel. Malam ini gue dan Septine packing dan istirahat, karena besok kita harus cuss pagi-pagi buta ke Makassar. Khusus hari ini, big thanks untuk bapak supir taksi yang udah nemenin muter-muter dari sore, dan nunjukin tempat makan yang enak!

Medan - Makassar
Gue dan Septine berangkat ke bandara Polonia jam 5 subuh, naik taksi seharga 35ribu dari hotel. Biasa, harga nego bukan argo.. Jadi hari ini kita terbang dulu ke Jakarta pake flight pagi, bengong-bengong dulu di bandara Soetta, dan terbang lagi ke Makassar. Pesawat yang gue naiki, sebut saja Garuda (nama sebenarnya), rupanya agak bermasalah. Udah hampir take off, tau kan ngebut di landasan, eeh tau-tau berhenti. Terus muter, balik lagi ke gate. Ternyata oh ternyata, si pilot memberi pengumuman dengan suara ngos-ngosan "para penumpang (hhh).. mohon maaf penerbangan Anda tertunda (hhh).. dimohon tidak meninggalkan pesawat (hhh).. blablabla.. (hhh)"

So I guessed maybe there was something wrong. Gue pun menunggu dengan sabar di pesawat. Sejam kemudian si pilot kembali mengumumkan (kali ini udah ngga ngos-ngosan) "para penumpang, mohon maaf saat ini kita harus menunggu surat keselamatan penerbangan...". Oke kali ini ekspresi gue udah :O entah kenapa "surat keselamatan penerbangan" terdengar seperti "kalo tadi kita jadi terbang, lo semua udah ga selamat!" di pikiran gue..

Untunglah, setelah itu pesawat gue terbang dengan lancar dan tiba dengan selamat di Makassar. Bandara di Makassar bagus deh, tempatnya di luar kota, dikelilingi bukit (atau gunung ya itu?). Di bandara, gue dijemput oleh perwakilan kantor (yang bingung krn gue telat dan ga bisa dihubungi, maklum HP mati selama di pesawat, maaf mas >.<) dan diantar ke hotel. Gue dan Septine nginep di hotel Denpasar, di seberang mall Panakkukang. Hotelnya kecil sih, tapi bersih dan fasilitasnya lumayan lengkap. Sayang gue dapet kamar yang ngga berjendela..

Malam itu, gue dan Septine udah teler karena bangun subuh buta dan lama di jalan, jadi kita ngga kemana-mana. Cuma ke mall Panakkukang cari makan malam. Gue pesen pallubasa. Dan sumpah, gue ga inget rasanya kaya apa. Gue bahkan ga inget rasanya enak atau ngga. Mungkin karena: (1) rasanya biasa aja jadi mudah dilupakan, (2) malam itu kepala gue udah sakit jadi gue udah ga inget apa-apa lagi.
jadi rasa pallubasa kek gimana ya?
Sisa malam pun kita habiskan dengan muter sebentar di mall Panakkukang ("ini mall ko kecil ya?" demikian pemikiran teler naif kami di malam itu), dan pulang bobo nyenyak di hotel..

Makassar

Hari Pertama
Hari pertama di Makassar! Beres sarapan, gue dan Septine langsung cuss menyelesaikan urusan kantor... Again, urusan kantor ga usah gue ceritain lah ya..

Siang hari, gue dan Septine akhirnya bisa pergi. Kita pergi melewai mall Panakkukang, inget waktu gue bilang mall ini keliatan kecil? Itu pemikiran naif sodara-sodara! Pas berangkat naik taksi, ternyata mall ini menyambung hingga ke seberang jalan. Intinya, jauh lebih gede dari yang kita lihat semalam. Maafkan aku mall Panakkukang telah menganggapmu remeh..

Anyway, berbekal pengetahuan tentang Makassar yang kita dapat dari teman-teman, tujuan pertama kita adalah konro bakar Karebosi. Tempatnya biasa banget, di ruko dan ngga berAC. Tapi yang makan banyaaak banget, apalagi sekarang waktu gue kesana pas lagi jam makan siang. Makanan ini.. sungguh enak, dan sungguh membuat kenyang...
makanan surga
Sumpah ini makanan enak banget, apalagi buat para penikmat daging. Lokasinya sih mudah dijangkau, harga ngga mahal-mahal banget (seinget gue sih 20-30ribuan, CMIIW). Wajib didatangi kalau berkunjung ke Makassar!

Beres dari sini, gue dan Septine pergi mengunjungi benteng Rotterdam. Di sana kita pakai jasa pemandu untuk mendampingi. Sayang waktu itu Benteng ini sedang direnovasi. Ngga apa, masih bagus ko. Jadi Benteng ini tadinya dibangun oleh kerajaan Gowa (CMIIW) pada abad ke-16, dan akhirnya jatuh ke tangan Belanda. Makanya arsitektur Benteng ini jadi "Belanda" banget. Kata guide gue, duluuu banget, benteng ini pas ada di pinggir laut. Sekarang, dari Benteng ke laut ada kali 10 meter..

Gue suka Benteng ini, karena masih terawat dengan baik. Lokasinya juga mudah diakses, cuma sekilo-dua kilo dari pantai Losari. Cuma gue ngga gitu tau sih tentang konten di Benteng, karena waktu itu banyak gedung yang ditutup karena direnovasi. Tapi bentuk luar Benteng ini masih bagus ko. Gedung masih asli peninggalan Belanda, bahkan denger-denger tembok luar benteng masih asli sejak dibangun. Ohya, disini juga ada ruangan tempat pengasingan pangeran Diponegoro. Sayang waktu itu ruangannya ditutup. Terus ada juga penjara bawah tanah, yang konon pernah jadi tempat shooting Uji Nyali/Uka-uka/sejenisnya. Menarik kan? Iya kan? Iya dong...
tembok dan pintu masuk benteng
tampak depan
Kalau kita di atas tembok benteng, kita bisa melihat laut. Coba deh kalo kesana: bayangin lagi suasana perang dengan kapal-kapal VOC di laut dan meriam ditembakkan dari benteng. Feelnya dapet nih, bakal lebih dapet lagi kalau di luar benteng ga ada jalan raya :D
permintaan spesifik dr si guide utk menaruh tangan di batu itu
Puas keliling Makassar, kita pergi ke benteng Somba Opu. Tempat wisata ini lumayan jauh dari benteng Rotterdam, ada kali ya 30-45 menit perjalanan. Tapi, sebelumnya, saya harus mengaku dulu.. hiks..
the meme says it all
Jadi, gue dan Septine kesana naik taksi. Berhubung kita cape kepanasan abis keliling benteng Rotterdam (entah emang cape atau males), selama di Somba Opu kita cuma berkeliling naik taksi, ngga turun sama sekali. Paling taksi berhenti sebentar, buka jendela, terus kita foto-foto deh dari dalam taksi. Nah selama berkeliling, entah kenapa gue ga lihat ada benteng sama sekali. Terus apa dong yang gue lihat?

apakah aku di Toraja?
dimanakah aku??
Jadiii ternyata Somba Opu ini mirip kaya Taman Mini, dengan banyak rumah adat khas daerah di Sulawesi Selatan. Ada dari Toraja, Luwu, dan lain-lain gue lupa :P sebenarnya ini bakal menarik banget sih kalau rumah-rumah adat itu tampak terawat, bukan tertutup atau ada jemuran baju di depannya. Gue ngga tau apakah di tiap rumah adat ada informasi kebudayaan atau ngga, tapi semoga aja ada biar keberadaan rumah adat itu bener-bener berguna.. Nah yang gue agak bingung adalah, kalau Taman Mini kan relatif mudah diakses dari kota. Kalau lokasi si Somba Opu ini tampaknya berada di daerah yang lumayan sepi. Seinget gue sih disana sedang dilakukan pembangunan Water Boom, jadi semoga nanti-nanti daerah ini akan rame dikunjungi. Akan sangat baik kalau Somba Opu bisa jadi situs budaya yang bener-bener bisa diberdayakan dan dimanfaatkan masyarakat, bukan sekedar pajangan aja...

Dari benteng Somba Opu, gue dan Septine melanjutkan perjalanan ke pantai. Sopir taksi pun membawa kita ke pantai Akkarena. HEEEY, AKKARENA!! HEY!! (sorry I can't help it :P). Pantainya oke loh, fasilitas wisata dan umumnya lengkap, tiket masuk juga relatif murah, seinget gue sih Rp10 ribu saja. Sayang kita disana pas cuaca lagi mendung dan berangin, tapi ngga apa. Ini bukan pantai pasir putih laut biru sih, kita aja yang lagi pengen mantai memandangi ombak merenungi kehidupan...
nice beach
anginnya ngga nahan brooo
Dari pantai Akkarena (HEEEY, AKKARENA!! HEY!!), gue dan Septine lanjut ke icon kota Makassar yang ga boleh dilewatkan: Losari. Btw, pantai Akkarena ini ada di wilayah Metro Tanjung Bunga, dimana ada Trans Studio juga. Pak sopir taksi cerita kalau sejak Trans Studio dibangun di Bandung, jumlah pengunjung Trans Studio Makassar jadi berkurang. Katanya sih dulu banyak orang luar negeri yang main kesana. Trus cerita pak sopir taksi lagi, kawasan Metro Tanjung Bunga itu tadinya laut. Kemudian dengan pembangunan yang gila-gilaan, jadi daratan deh. Keliatan sih ada beberapa kawasan di pinggir jalan yang masih hutan bakau bahkan laut. Yah semoga pembangunan kawasan itu udah memerhatikan dampak lingkungan deh yaa..

Jarak pantai Akkarena (HEEEY, AKKARENA!! HEY!!) ke Losari ngga jauh, paling 10-15 menit bermobil. Kita sampai disana baru jam 4, belum mulai sunset tapi suasana udah mulai ramai.
the famous Pantai Losari
mejeng dulu kaka!!
haai ibu Septine!
masi ada yg jualan di tempat kek gini -___-
Terlihat jelas dari pantai Losari adalah pulau Kayangan, yang denger-denger sih cukup bagus bahkan kita bisa snorkeling disana. Penyeberangan ke pulau ini ada di dekat fort Rotterdam. Gue udah berencana nih besok pagi sebelum flight ke Jakarta, gue mau kesana melihat-lihat isi pulau, sayang ngga kesampaian. Nanti gue ceritain sebabnya. 

Anyway, di pantai Losari kita foto-foto dulu, dan beranjak jalan kaki ke RM Lae-Lae. Menurut rekomendasi mamahnya Septine, tempat makan ini enak. Lokasi masih di kawasan pantai Losari juga, tinggal nyeberang jalan, jalan kaki dikit, sampai deh. Jadi si RM Lae Lae ini resto seafood, dengan sistem pilih sendiri hewan lautnya, rekues masak, apa, dimasakin deh.. Gue dan Septine mesen cumi mentega dan ikan bakar. 
met makaaan!!
Soal rasa: enyaaak gue sampai terharu T__T sebenernya yang paling nampol adalah sambelnya, resto ini ngasi 3 jenis sambel. Gue lupa jenisnya apa aja, tapi seinget gue yang paling enyak adalah sambel mangga. Trus harga di resto ini juga cukup sebanding dengan kualitas makanan. Gue ma Septine makan kalau ngga salah sih Rp100 ribuan saja. Lumayan banget kan? Kalau ke Makassar, coba aja makan disini.

Beres makan, gue dan Septine kembali ke pantai Losari menikmati sunset. Cantik deh sunset disini!
night came to Makassar 
pretty sky
Dari Losari, kita kembali lagi deh ke hotel. Tidak lupa sebelumnya gue membeli pisang epe, yaitu pisang bakar dikasi gula merah cair. Enak loh sodara-sodara! Pas pulang, ngga jauh dari Losai kita melewati jalan yang merupakan pusat oleh-oleh di Makassar. Pengen sih beli kain, cuma lagi ngga bawa duit sih jadi batal deh.. Duh sayang gue lupa nama jalannya apa, cuma pasti tiap sopir taksi di Makassar tau. 

Sampai di hotel, gue dan Septine langsung beres-beres karena besok siang kita kan kembali ke Jakarta. Septine sempet ketemuan dulu sama temennya yang jadi polisi di Makassar (teman-teman nih anak emang tersebar dimana-mana, dan pekerjaannya rata-rata hardcore bok! Gegana!! Polisi! Ajudan jenderal! Hormat grak dulu ke Septine!). Balik abis ketemuan, Septine membawa berita: besok mau ada demo mahasiswa, jadi sebaiknya kita pergi dari hotel pagi-pagi sekali. Karena menurut si temennya Septine (dan yang sayangnya sering kita lihat di TV), demo mahasiswa di Makassar bisa sangat hardcore: nutup jalan, bakar ban, dan bikin macet gila-gilaan. Yah batal deh rencana gue main ke pulau Kayangan pagi-pagi...

Hari Kedua
Gue dan Septine ngga banyak menikmati hari kedua di Makassar karena kabar demo yang kemarin kita terima itu. Jam 7 kita udah cabut dari hotel, naik taksi yang telah dimodif sedemikian hingga gue agak bingung sama kepribadian si abang taksi. Mari kita bandingkan. Abang taksi: gondrong, kumisan, pendiam, kurus kecil, tapi tipe yang ngga bisa dicolek sembarangan, sebelas-dua belas deh sama Mad Dog di the Raid. Taksi: kotak tisu beludru pink, banyak gantungan di spion, dan cover setir bertuliskan Mama. Agak kontradiktif sebenarnya...

Pertama gue dan Septine jalan ke Otak-otak ibu Elly, beli oleh-oleh. Seinget gue lokasinya di jalan Kijang. Disini selain jual otak-otak, juga jual berbagai jenis makanan lain yang gue ngga tau jenisnya apa, bahkan gantungan-gantungan kunci dan barang-barang kerajinan lain juga dijual. Harga otak-otak sih seinget gue antara Rp2500-3000 per buah, kita bisa beli 10, 20, 50, kelipatan lah. Cuma otak-otaknya masih mentah, jadi kalau mau dimakan  perlu dimasak dulu. Tempat ini rame loh, gue dateng hari Jumat pagi tapi udah lumayan antriannya. Untung pelayanannya sigap.

Dari sini, kita cuss makan coto Gagak rekomendasi dari banyak orang. Lokasinya ya di jalan Gagak  (Makassar tampaknya hobi ngasi nama binatang jadi nama jalan). Pelayanannya ngga jauh beda sama resto di Medan, bahkan yang disini ngga mengucapkan sepatah kata pun. Gue dan Septine masuk restoran, duduk, dan didatengin pelayan.
Pelayan: (tersenyum lebar)
Gue: ??? (memandang bertanya-tanya)
Pelayan: (tersenyum makin lebar, bikin gestur menunjuk ke arah menu)
Gue: coto makassar dua sama teh botol
Pelayan: (masih senyum, mengangguk, balik badan, dan pergi dengan sigap)

Wakakaka super efisien sekali pak pelayan!! Makanannnya juga cepet datengnya. Dan rasanya.. rasanyaa.. T___T ini ENAK banget mamah!! Mirip-mirip kaya yang biasa dibuat tante gue, cuma terasa lebih banyak bumbunya. Harganya juga murah, seinget gue sih cuma Rp10 ribu++ seporsi.
another makanan surga
Kenyang makan, gue dan Septine lanjut cuss ke bandara, masih ditemani pak sopir tampang Mad Dog jiwa dangdut. Dengan sampainya gue dan Septine di bandara, berakhir sudah petualangan kita di  Makassar. Kita pulang kembali ke Jakarta, setelah sempat mati gaya nunggu berjam-jam gara-gara kepagian datang ke bandara.. Untuk orang yang pertama kali datang ke Makassar, menurut gue kota ini menyenangkan, dan udah sangat-sangat maju dan besar, walau tata kotanya agak kurang rapi (yah seperti kota-kota besar lain di Indonesia sih). Pertanyaan gue adalah kota ini mau dibawa menjadi apa ya? Kota dagang? Wisata? Industri? Kuliner? Metropolitan? Anyway apapun jenis kotanya, gue mau banget balik lagi ke kota ini, mencari kuliner yang belum sempat gue makan, ke tempat yang belum gue datangi, bahkan kalau perlu pergi ke daerah lain di Sulsel seperti Toraja atau Bantimurung. 

Okee, waktunya ngeblog tentang cerita jalan-jalan yang lain. See you, hopefully real soon!:D